JANE’POV
Aku terdiam diri
sembari menunggu Heidi yang dari tadi sepertinya tak datang-datang untuk
membawa property kami. Perubahan sikap
dan perubahan—mata kami akibat
penyakit keluarga Cullen kini tertular pada kami. Yah! Sekarang kami menjadi
Vampir—vegetarian. Dan sekarang kami sedang bersekolah di Volterra High School.
Kami berbeda dengan keluarga Cullen, mereka terkenal karena saling bersama dan
mereka menutupi diri. Sedangkan kami beradaptasi dengan seluruh siswa disekolah
ini. Itu lah hal yang membuat kami terkenal. Sebenarnya, ini rayuan dari Aro
supa seluruh keluarga Volturi bisa mendapatkan pendidikan. Apapun kemauan Aro,
tak ada yang bisa melanggar. Jadi, terpaksa untuk kami semua. Dan sekarang, ini
adalah tahun dimana aku, Alec, Heidi, Demetri, Felix Santiago, dan Gianna semua
kelas 3. Jadi, ini berarti kami akan menghadapi kelulusan dan AKAN…
melanjutkannya ke universitas. Chelsea, Afton, Renata, dan Corin sudah lulus
ditahun kemarin. Ah! Hal membosankan sebenarnya, tapi harus bagaimana lagi? Aku
juga bingung kenapa keluarga Cullen bisa tahan dengan rencana bodoh ini.
“…Dan itu
Memang, Tapi.. hei!—Jane?!” Jentikan Heidi mengangetkanku. Aku keluar dari lamunanku
dan menatap Heidi bingung. Aku melhatnya sedang berdiri membawa property kami.
2 buah apel dan 2 kaleng coca-cola.
“Apa!?” Tanyaku
malas.
“Yang benar
saja!—Berarti dari tadi aku ini mengoceh sendirian?” Tanyanya garang, “Aku
berbicara—padamu!” Sambil marah-marah, kulihat di duduk bersebrangan denganku.
“Maaf, Aku
sedang memikirkan kelulusan” Ujarku.
“Kelulusan kan 9 bulan lagi. Tenang sajalah, lagi pula—…” dia berdiam diri sembari melirik ke belakangku.
“Apa!?” Tanyaku
lagi. Tapi dia tetapi tidak melirikku sama sekali. Dia terus melirik ke
belakangku.
“Hei, Demetri—“
sapanya pada seseorang dibelakangku.
“Jangan
menggoda” Ketusku. Heidi tau aku menyukainya.—‘tenang jane, dia hanya berusaha menggodamu’— doaku dalam hati.
”Aku tak menggoda..”
“Hai Heidi.. Dan
Hai.. Jane” potong Demetri. Dia menyambut kami dengan gembira. Tapi, saat dia
menyebut namaku. Sepertinya ada nada lain. Yah! Nada malu.
“Hai” sapaku
biasa. Aku berusaha kuat untuk menutupi Malu—ku.
“Sepertinya
Heidi, Maukah kau menemaniku untuk mengambilkan properti untukku dan demetri?”
Tanya Felix pada Heidi. Aku tau, Dia hanya berusaha untuk meninggalkanku
berduaan dengan demetri di meja kami.
“Baik!!” jawab
Heidi kegirangan, “kami tinggal dulu yah, selamat bersenang-senang!”, aku hanya
tersenyum kecil padanya. Sejurus kemudian mataku menatap mata demetri yang
sekarang menjadi kuning keemasan seperti halnya kami.
“Nanti malam,”
demetri memulai pembicaraan, “Maukah kau pergi bersamaku?”
“Heh?..” Suaraku
hilang tak karuan saat mendengarnya.
“Bukan pesta
singa gunung kok, mungkin kita akan ke taman dekat kota. Bila kau punya urusan
lain, Tak apa” Pasrah Demetri. Aku tak bisa berkata apa-apa. Tapi aku berusaha
mendapatkan kata-kata yang tepat untuk tidak menyakiti hatinya.
“Eh, Tunggu—“
Seruku gugup. Akhirnya aku bisa mengeluarkan suara. “Aku tak punya urusan malam
ini. Baiklah, Kemana kita akan pergi?”
“Mungkin sekitar
kota dekat Volterra” Jawabnya Senang.
“Baiklah, ketuk
pintu kamarku bila kau siap”
“Baik” seru
demetri sembari mengedipkan mata.
“Ehmm—“ seru
Felix dan Heidi bersamaan.
“Apa?” tanyaku
dingin. Felix tertawa sementara Heidi berusaha untuk duduk dikursi. “Tak ada
apa-apa, hanya saja tadi suaraku Serak” bohong Heidi.
Aku memutarkan mata
sembari tertawa. “Ah, Masa?” tanyaku menggoda.
Keadaan di meja
kami sunyi. Felix dan Demetri sedang sibuk dengan tugas Biologi mereka. Heidi
sibuk dengan PR bahasa inggris. Sedangkan aku, sedang menyapa teman-temanku.
Tapi sejurus kemudian Santiago dan Gianna datang. Mereka baru saja keluar dari
kelas Fisika. Tapi aku sama sekali tak melihat Alec, kemana perginya anak itu?
“Hai semua..”
suara dibelakangku mengangetkanku. Ternyata itu Alec!
“Dari mana saja
kau?” tanyaku.
“Kau lupa, 2 jam
yang lalu aku ada kelas bahasa spanyol”
“Oh, yeah. Aku
lupa” jawabku sambil nyengir. Alec Ikut nyengir.
“Dasar kakakku
kikuk” canda alec.
“Adikku yang
lemot” balasku.
“Hei, jangan
saling mengejek” Kata demetri. Alec sepertinya tidak menyadari adanya demetri.
Dia melirik demetri sekilas dan menatapku lagi. Sambil berdiri dia berusaha
berbicara padaku.
“Sepertinya aku
akan duduk dia meja sana bersama teman-temanku!” Sergahnya kasar. Dia langsung
berjalan kaku ke arah teman-temannya.
”Dia masih
marah?” Tanya demetri.
“sepertinya,
tapi biarkan saja.” Jawabku. “Oh, Shit! Aku lupa ada kelas bahasa Indonesia”
“Kau ikut kelas
Bahasa Indonesia?” Tanya Heidi.
“yeah, well, mungkin kita bisa terlalu jauh
untuk berburu binatang sampai Indonesia, jadi aku ikuti saja kelas itu” kataku
berbisik agar tidak terdengar kepada anak-anak.
Aku bergegas
masuk ke kelas. Dan saat pelajaran dimulai, aku bosan mendengar cerita-cerita
guruku yang pernah tersesat di Indonesia. Memuakkan, Sekaligus Memalukan. Yang
seperti itu harus diceritakan.
2 jam telah
berakhir. Ini adalah kelas terakhirku. Jadi aku bisa langsung pulang.
Sampai istana,
aku langsung melesat ke kamarku. Sore ini berjalan terlalu cepat, sampai-sampai
sudah malam. Dan Hal yang paling ditunggu pun datang— Ketukan pintu kamarku
dari Demetri.
Aku membuka
pintu kamarku, ku lihat demetri sudah siap untuk pergi. “Sudah siap?” tanyanya.
“Yeah..”
bisikku.
Dia menggandeng
tanganku, dan membawaku ke mobil BMW—nya. Sesampainya kami di taman, kulihat
taman itu sepi. Tapi masih ada beberapa orang disana. Demetri menarikku ke
tempat duduk yang agak tersembunyi. Sesaat kami terdiam. Tapi, Demetri pun
memulai pembicaraan.
“Jane, ti amo, più di
ogni altra cosa. e sarai per sempre il mio partner?”
“Heh...?”
Sesaat aku membisu,
Apakah aku tuli? Atau malah bermimpi? Tapi mustahil aku bermimpi..
ALEC’POV
Dari kamarku, aku
mendengar suara mesin mobil Demetri dimatikan. Aku langsung buru-buru melesat
ke kamar Jane. Aku terduduk di kursi meja rias Jane sembari memainkan sisirnya
yang tergeletak di meja rias. 2 menit kemudian dia datang.
“dari mana kau?”
tanyaku dingin. Sembari terus memainkan sisirnya dan tak menatap matanya. Aku
hanya mengikuti gerak-gerik sisirnya yang kumainkan.
“dari taman kota”
jawabnya biasa.
“Dengan..” Aku tak
tahu harus bersuara seperti apa saat berkata “Demetri?”
“Yeahh, kau ini
kenapa? Masih membencinya?..” tanyanya dingin. Dia menghapiriku. Tangannya
memegang sisir ditanganku. Berusaha untuk mendiamkan. “Alec! Ini sudah lebih
dari 2 tahun sejak Aro memilih dia menjadi master untuk pengawal Volturi!”
“Tapi kau tau
sendiri itu keinginanku selama ini! Setelah Kau, Harusnya Aku yang menjadi
Master! Bukan dia!”, Jane mengerucutkan bibirnya. Aku meliriknya sesaat.
Sebelum aku beranjak pergi. Aku sudah tau jawabannya.
-oOo-
5 bulan sudah
lewat, sejak Jane menerima Demetri sebagai Pasangannya. Aku tak bisa percaya
ini! Berani sekali dia! Aku benci kakakku! Tapi.. ada sesuatu lain yang
kubenci, yaitu.. Demetri-kakakku, Felix-Heidi, Sekarang? Santiago dengan
Gianna? Dunia macam apa ini!
Tadinya aku
terduduk dimeja tempat biasa keluargaku duduk. Sampai akhirnya demetri dan Jane
berusaha untuk mendekatiku. Mereka duduk bersebrangan denganku. Demetri
menatapku tapi jane menatap demetri. Aku tak menatap keduanya. Aku melihat
teman-teman manusiaku sedang berkumpul di tempat biasa mereka. Lebih baik aku
menghampiri mereka. Saat aku beranjak untuk menghampiri mereka, saat itu pula
Felix dan heidi datang.
“Mau kemana kau?”
tanya Jane.
“sepertinya terlalu
Sempit disini, aku ingin berkumpul bersama The
famous—” kataku dingin. The famous itu sebutan bagi anak-anak
high school untuk kelompok kami. Jane memutarkan bola matanya. Aku bisa melihat
ekspresi marahnya. Tapi Demetri mencoba untuk menenangkannya. Aku tak peduli,
aku langsung buru-buru ke meja teman-temanku. Karena aku sangking
tergesa-gesanya, aku menabrak seseorang. Seorang gadis. Aku tak kenal gadis
itu, dia memakai sweter biru muda dan celana jeans. Sepertinya anak baru.
“Maaf” seruku. Aku
tersenyum, Dan membantunya berdiri. “kau tak apa?”
“aku baik-baik
saja, thanks” jawabnya. Aku mengangkat sebelah alisku. “aku tak pernah
melihatmu sebelumnya, kau murid baru?”
“Yeah, namaku
Livia,panggil saja Lili. Aku baru pindah 3 hari yang lalu, Btw, boleh Aku tau namamu?”
“Oh hei, namaku
Alec” aku mengulurkan tanganku kepadanya. Berusaha memperkenalkan diri. Dia
menerima tanganku, lalu melepaskan tanganku,
“Well—Alec, mungkin aku Harus
berkumpul dengan teman-temanku, disana” Dia menunjukan Kearah teman-temanku.
“Maksudmu The famous?”
aku menatapnya bingung, sudah lebih dari 1 minggu aku tak berkumpul bersama
mereka.
“Yeah, mereka menyambutku, katanya
mereka mendapat suruhan dari ayahku untuk menemaniku” jawabnya sambil tersenyum
padaku. “ayahmu—? Siapa?”
“Kepala sekolah yang baru di
sekolah ini. Mr.Fillion”
“Mr.Fillion? kepala sekolah yang
diganti 2 minggu yang lalu?” sambil berbicara dengannya, aku menariknya ke The
famous. “Yeah” jawabnya.
Sampainya kami di Geng—ku, Breta menyapaku. “Hei alec,
darimana saja kau? Sudah 1 minggu aku tak melihatmu! Dan, well, kau sepertinya sudah menemukan si murid baru”
“Shut up, breta!” kata Lili.
Aku berusaha duduk sementara lili
menghampiri breta dan memukul lengannya. “Oke, oh well.. Hei alec, kau tau,
Finn sekarang berpacaran dengan Quinn!!”
“Yeah, aku tau, finn bercerita padaku Minggu
kemarin” sahutku.
Yeah, lengkap sudah kebencianku
ini. Jane, keluargaku, sampai sahabat-sahabatku sekarang sudah mempunyai
pasangan.
-oOo-
Tepat 3 minggu lagi kami akan
menghadapi kelulusan, sekarang aku lebih banyak bergabung dengan The famous. Aku sudah siap semuanya,
properti kelulusanpun sudah. Aro dan sulpicia akan berpura-pura menjadi
orangtuaku, Jane, dan Felix. Karena kami terlihat kembar. Sedangkan Caius dan
Athenodora akan menjadi orangtua Heidi, Santiago, dan Gianna.
Tapi, ada sesuatu yang salah
tentang lili,
dia jadi sedikit murung, pendiam, dan sering tak masuk kelas. Katanya dia
sakit. Tapi aku tak tahu. Dan hari ini, dia pun tak sekolah.
“Mana lili?”
tanyaku pada The Famous.
“Dia masih sakit” Jawab Quinn. Aku
merenung sendirian ditengah teman-temanku yang tertawa. “Ups, sepertinya ada
yang sedang kesepian nih—“ ejek Finn padaku.
“Diam kau!” kataku dingin. Semuanya
tertawa. “tenang Alec, kami semua mengerti perasaanmu. Aku sering melihatmu
sepertinya terlalu tenang disisi lili,”
kata breta, “Dan aku tau, pasti kau mencintainya” dia menghembuskan napas
berat.
“Lalu?” Aku mulai menatapnya garang.
Tapi, aku bisa melihat semua geng—ku
sedikit merasa sedih. “Ada apa, guys?” tanyaku bingung.
“Sebenarnya lili..”
kata breta. Dia menceritakannya padaku. Jadi! Mereka menjenguknya kemarin?
Kenapa tak memberitahuku?
Tapi, yang membuatku sedih, dan
hampir membuatku menangis, seandainya saja aku mempunyai air mata. Ternyata lili..
Tak mungkin!
JANE’POV
Sekarang aku
sering melihat livia dengan Alec, mereka begitu dekat. Tapi Aku
tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada Alec sekarang. Kata teman-temannya, dia depresi
karena lili
sakit keras. Yah.. aku mengenalnya, dia satu kelas denganku dikelas bahasa
indonesia. Dia anak baik, dan Well, ternyata dia anak Mr.Fillion, kepala
sekolah kami.
“Ada apa dengan Alec, Vera?” tanyaku pada salah satu
temanku yang masuk kelompok The famous. Dia sahabat alec+ lili,
sekaligus sahabatku juga. Tapi aku tak termasuk kedalam kelompok the famous.
Karena aku lebih sering berkumpul bersama keluarga volturi.
“aku tak tau kemungkinannya kenapa, tapi aku merasa
alec memiliki suatu rencana” jawab Vera.
Rencana? Untuk apa?
ALEC’POV
Rencanaku, Mengubahnya menjadi vampir dan hidup
bersamanya selamanya. Pertama, aku akan berbicara pada mr.Fillion tentang apa
aku ini sebenarnya. Kedua, aku akan meminta izin padanya untuk mencintai lili.
Ketiga, aku akan meminta izin untuk mengubah lili menjadi makhluk
immortal.
Aku melamun sementara Aro, Caius, Marcus, dan para
pengawal sedang melakukan eksekusi terhadap Vampir yang meminta untuk mati.
Saat eksekusi selesai, aro membuyarkan lamunanku. Dia tak berkata apa-apa, dia
langsung menyambar tanganku untuk membaca
pikiranku. Sesaat di terdiam, tetapi sesaat kemudian dia tegas.
“Bila itu yang
kau inginkan, aku takkan bisa membantah.” Gerutunya.
“Baik” jawabku.
Aku meninggalkan mereka semua, bergegas kerumah lili, dan disana sudah ada
teman-teman sekelompok—ku yang datang. “Apa yang terjadi?” tanyaku buru-buru
setelah menutup pintu mobilku.
“keadaan lili
semakin gawat!” kata Vera. Aku langsung buru—buru melihatnya. Dan memang, dia
sangat kritis. Gara-gara penyakit tumor otaknya ini, Lili kehilangan
kesehatannya. Aku melihat mr.fillion yang sedang khawatir tentang anaknya. Aku
menghampirinya, “Bolehkah aku berbicara padamu? Berdua?” bisikku. Mr.fillion
mengangguk sekali, dia berbicara pada istrinya, “Aku akan meninggalkanmu sebentar”,
dan mrs. Fillion mengangguk.
Kami berjalan ke
belakang dapur, karena tempat ini paling pojok, otomatis tidak akan ada manusia
yang bisa mendengar.
“Ada apa, Alec?”
Katanya. Aku menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya. “Aku akan
menyelamatkan putrimu” kataku. Keningnya berkerut, “Kami sudah mencoba berbagai
hal untuk menyembuhkannya alec, tapi hasilnya, dia tetap kritis”
“Aku tau apa
yang harus aku lakukan, kalau kau tak keberatan, aku akan memberitahumu
sesuatu” kataku gugup. Mr.fillion mengangguk, “Apapun untuk membuat putriku
hidup”
“kalau dia hidup
tapi tak menjadi manusia?” bisikku. Takut terdengar oleh yang lain.
“apa maksudmu?
Apakah kau bukan manusia?” tanyanya. Nadanya sedikit bercanda. Tapi tatapannya
tetap serius.
“Itulah aku, sebenarnya
aku ini…” aku menceritakan semuanya padanya.
***
Ekspresinya
kaget, takut, kecewa, ngeri, campur aduk. Tapi dia setuju aku mengubah putrinya
menjadi Vampir. Saat itu juga kudengar suara mrs.fillion berteriak. Kami berdua
langsung bergegas ke kamar lili.
“Ada apa?” Tanya
mr.fillion waswas. Istrinya mendekap ke mr.fillion, “tenang, alec akan
menyelamatkannya. Kalau kau tidak keberatan, bisa kah kau menunggu diluar? Please?” tanyanya memohon. Istrinya
mengangguk. Dia menatapku penuh harap. Aku mengangguk padanya.
“Lakukanlah,
Nak” kata mr.fillion, “Aku akan meninggalkanmu”
Sekarang aku
benar-benar sendirian, aku tak tega melihatnya, selamat 5 menit aku berdiam
diri. Tapi, aku melihatnya sadarkan diri.
“Lili?” bisikku
khawatir. Lili tersenyum lemah kepadaku. “Itu kau, Alec?” tanyanya lemah.
“Yeah ini aku,
aku akan menyelamatkanmu, Lili. Tapi, kau harus tau satu hal, ti amo”
“Aku
juga mencintaimu alec” katanya. Dia masih tetap tersenyum. “bisakah kau
menyelamatkanku sekarang?” tanyanya.
”aku
akan melakukannya.” Kataku, aku tak tahu harus berkata apalagi, tapi mungkin inilah saatnya. “tapi, kau takkan
menjadi manusia lagi. Apakah kau masih mau?”
“aku
selalu mau, apapun untuk membuatku hidup, dan untuk membuatku bersamamu”
jawabnya serius. Nadanya semakin lemah. Tapi dia tetap mengatakan “Selamanya”
“Bersamaku,
Selamanya” kataku. “Aku minta maaf bila ini menyakitkan”, tanpa ba-bi-bu lagi,
aku sudah melihat dia sepertinya sudah tak tahan lagi. Aku langsung
mengigitnya. Berusaha untuk membuat racunku masuk kedalam tubuhnya. Ini sangat
menyakitkan bagiku. Dan tentu baginya. Tapi, hal yang paling aneh adalah,
mengapa dia tak berteriak kesakitan? Dia memang kesakitan, aku bisa melihat
dari kepala tangannya, tapi tanpa meneriakkan kesakitannya.
JANE’POV
Sekarang
aku mengerti ada apa dengan alec, sekarang aku sedang perjalanan ke rumah livia
bersama demetri. Sampai dirumahnya, kulihat mr. Dan mrs. Fillion sedikit
tenang. Tapi mana alec?
“Dimana
dia?” tanyaku sopan. Aku menghampiri mereka.
“dia
sedang..” aku mendengarkan cerita mr.fillion. aku mengerti sekarang! Dia
melakukan segalanya. “boleh aku bertemu dengannya?” tanyaku.
“silahkan,
dia ada di kamar lili”
Aku
bergegas pergi ke kamar livia. Demetri tersenyum kepada mereka berdua dan
mengikutiku. Saat aku melihatnya, dia hanya duduk berdiam diri menunggu livia
berubah.
“hei”
bisikku menyapanya. Dia berdiri dan berbalik melihatku. “Hei, Jane.. Hei
demetri” katanya.
“Hei,
Sobat. Bagaimana keadaannya?” tanya demetri. Alec menghampiri kami, matanya yang
emas menyala-nyala saat melihat kami. Entah marah ataupun sedih, dia tetap
menatap kami. “prosesnya hampir selesai. Dia akan segera bangun. Mr. Dan
mrs.Fillion sudah mengetahui semuanya. Mereka menutujuinya” kata Alec. Kini dia
tersenyum bahagia.
6
jam kami disini. Dikamar livia, tak beranjak sedetikpun. Kami terus memandangi
Livia. Sampai akhirnya dia sadar. “Alec, liat” seruku. Alec menghampirinya. Dia
menguncang-ngucang kecil tubuh livia. “Lili, kau tak apa?” tanyanya. Lili yang
masih setengah sadar sepertinya sudah tau kalau ada Alec disampingnya. Dengan
gerakan lambat, dia bangun, Duduk terdiam memandangi Alec. Alec mendekapnya,
dan dia membalasnya.
“Kau
baik-baik saja?” tanyaku. Dia terlihat agak kaget, matanya yang kini mereah
memandangiku. “Yeah, sepertinya” serunya.
-oOo-
Hari
ini tepat 2 hari sebelum kelulusan dimulai. Livia, dia sangat.. sangat
menakjubkan! Dia bisa menahan napasnya didekat manusia. Aku tak tahu ada apa
dengannya, yang pasti dia tak pernah tergoda darah manusia. Seperti halnya
Carlisle. Saat ini, Alec dan Livia selalu bersama. Entah itu berkumpul di meja
keluarga Volturi atau di meja The famous. Ku lihat, Aro sudah menetujui
hubungan mereka. Aku tak tahu pasti.
Hari
begitu cepat, sampai-sampai sudah malam. Aku hanya berbaring ditempat tidurku
yang sebenarnya sangat tak berfungsi. Untuk apa vampir butuh tempat tidur? Dan
pasti tak ada satupun jawaban. Tiba-tiba ada suara ketukan pintu dari arah
pintu kamarku. Aku bergegas untuk membukanya. Itu Demetri ternyata.
“Bisa
berjalan-jalan sebentar denganku?” tanyanya.
“yeah,
tentu” jawabku sambil mengangguk.
Kami
pergi ke taman kota lagi. Dan duduk di tempat dimana demetri mengutarakan
cintanya padaku. 9 bulan yang lalu, sudah lama sekali itu.. saat itu aku tak
bisa berkata apa-apa selain ‘sì’ . dari situ, kami memulai hubungan. Tapi alec
menolak demetri untuk menjadi kaka iparnya. Dia sangat membenci demetri. Hanya
karena keinginannya diambil oleh demetri. Tapi.. sekarang, Alec sepertinya
sudah merelakannya.
Seperti
biasa, demetri memulai pembicaraan. “aku tak bisa menahan ini terus. Masalah
ini selalu mengganjal di kepalaku”
“keluarkan
saja, beibh” kataku. Dia memandangku penuh arti. “janji padaku jangan marah”
“Janji!”
janjiku. Aku tersenyum kepadanya. Dia langsung berlutut kepadaku, mengambil
sesuatu yang ada disaku celananya. Sebuah kotak kecil hitam lembut, dan isinya
adalah cincin.
“Would
you to marry me?”
Tanpa
ba-bi-bu lagi, aku menjawab mantap. “Yes”
Dia
langsung memelukku. Pelukan ini bisa kuartinya karena senang, bahagia, gembira.
Dunia sangat indah.
“please
with me, Forever!” kataku, dia membuka pelukkannya dan menatapku. “Always”
janjinya.
Kebahagianku
lengkap sudah.
ALEC’POV
1 hari menjelang
kelulusan. Lili luar biasa bisa mempertahankan dirinya tak tergoda dengan darah
manusia. Aku tak percaya ini! Dia mirip sekali dengan Carlisle. Kami sedang
sibuk-sibuknya mempersiapkan pidato. Sebenarnya Vera yang sibuk. Hanya The
famous ikut membantu.
“Harusnya kau
mengambil pidato karanganmu” kata breta.
“Tidak. Pidato
karanganku sama sekali tidak nyambung dengan jalan ceritanya. Karanganmu lebih
bagus breta!” pekik Vera. Semua orang yang mendengarnya termasuk kami berdua,
tertawa terbahak-bahak karena adu mulut Breta dan Vera. 1 hari, itu akan
mengubah segalanya dalam hidupku bila Livia ada disini, bersamaku.
Malampun tiba,
malam ini, ada pesta malam sebelum kelulusan dirumah Breta. Aku menjemput Livia
dari rumahnya dan Pergi bersama kerumah breta. Dirumahnya terlalu ramai, dan
aku tak menyukai keramaian. Jadi aku pergi kepojokan halaman belakang rumah
breta yang terlihat sepi.
Tiba-tiba seseorang
datang, tentu saja aku tau siapa dia. Livia. Wajahnya yang luar biasa cantik
jelita menatapku bingung. Dia berusaha duduk disebelahku. Dan, ini adalah hal
yang kutunggu.
“Boleh ku minta
sesuatu darimu?” tanyaku padanya.
“tentu saja”
janjinya. Aku berhadapan dengannya, mengeluarkan sesuatu dari dalam sakuku, dan
sambil membuka kotak yang keluar dari sakuku, aku berkata padanya. “Mi vuoi sposare, Livia?”
Dia
sedikit kaget. Tapi dengan nada gugup, dia mengangguk kepadaku. “Please with
me, forever” katanya. Aku tersenyum padanya, dan dengan gerakkan luwes ku
masukan cincin ke jari manisnya.
“Forever”
janjiku.
Saat
itulah, kebahagian berada dalam tanganku. Selamanya.
END