Thursday, November 8, 2012

Please with me, Forever!



JANE’POV    

Aku terdiam diri sembari menunggu Heidi yang dari tadi sepertinya tak datang-datang untuk membawa property kami.  Perubahan sikap dan perubahan—mata kami akibat penyakit keluarga Cullen kini tertular pada kami. Yah! Sekarang kami menjadi Vampir—vegetarian. Dan sekarang kami sedang bersekolah di Volterra High School. Kami berbeda dengan keluarga Cullen, mereka terkenal karena saling bersama dan mereka menutupi diri. Sedangkan kami beradaptasi dengan seluruh siswa disekolah ini. Itu lah hal yang membuat kami terkenal. Sebenarnya, ini rayuan dari Aro supa seluruh keluarga Volturi bisa mendapatkan pendidikan. Apapun kemauan Aro, tak ada yang bisa melanggar. Jadi, terpaksa untuk kami semua. Dan sekarang, ini adalah tahun dimana aku, Alec, Heidi, Demetri, Felix Santiago, dan Gianna semua kelas 3. Jadi, ini berarti kami akan menghadapi kelulusan dan AKAN… melanjutkannya ke universitas. Chelsea, Afton, Renata, dan Corin sudah lulus ditahun kemarin. Ah! Hal membosankan sebenarnya, tapi harus bagaimana lagi? Aku juga bingung kenapa keluarga Cullen bisa tahan dengan rencana bodoh ini.

“…Dan itu Memang, Tapi.. hei!—Jane?!” Jentikan Heidi mengangetkanku. Aku keluar dari lamunanku dan menatap Heidi bingung. Aku melhatnya sedang berdiri membawa property kami. 2 buah apel dan 2 kaleng coca-cola.

“Apa!?” Tanyaku malas.

“Yang benar saja!—Berarti dari tadi aku ini mengoceh sendirian?” Tanyanya garang, “Aku berbicara—padamu!” Sambil marah-marah, kulihat di duduk bersebrangan denganku.

“Maaf, Aku sedang memikirkan kelulusan” Ujarku.

“Kelulusan kan 9 bulan lagi. Tenang sajalah, lagi pula—…” dia berdiam diri sembari melirik ke belakangku.

“Apa!?” Tanyaku lagi. Tapi dia tetapi tidak melirikku sama sekali. Dia terus melirik ke belakangku.

“Hei, Demetri—“ sapanya pada seseorang dibelakangku.

“Jangan menggoda” Ketusku. Heidi tau aku menyukainya.—‘tenang jane, dia hanya berusaha  menggodamu’— doaku dalam hati.

”Aku tak menggoda..”

“Hai Heidi.. Dan Hai.. Jane” potong Demetri. Dia menyambut kami dengan gembira. Tapi, saat dia menyebut namaku. Sepertinya ada nada lain. Yah! Nada malu.

“Hai” sapaku biasa. Aku berusaha kuat untuk menutupi Malu—ku.

“Sepertinya Heidi, Maukah kau menemaniku untuk mengambilkan properti untukku dan demetri?” Tanya Felix pada Heidi. Aku tau, Dia hanya berusaha untuk meninggalkanku berduaan dengan demetri di meja kami.

“Baik!!” jawab Heidi kegirangan, “kami tinggal dulu yah, selamat bersenang-senang!”, aku hanya tersenyum kecil padanya. Sejurus kemudian mataku menatap mata demetri yang sekarang menjadi kuning keemasan seperti halnya kami.

“Nanti malam,” demetri memulai pembicaraan, “Maukah kau pergi bersamaku?”

“Heh?..” Suaraku hilang tak karuan saat mendengarnya.

“Bukan pesta singa gunung kok, mungkin kita akan ke taman dekat kota. Bila kau punya urusan lain, Tak apa” Pasrah Demetri. Aku tak bisa berkata apa-apa. Tapi aku berusaha mendapatkan kata-kata yang tepat untuk tidak menyakiti hatinya.

“Eh, Tunggu—“ Seruku gugup. Akhirnya aku bisa mengeluarkan suara. “Aku tak punya urusan malam ini. Baiklah, Kemana kita akan pergi?”

“Mungkin sekitar kota dekat Volterra” Jawabnya Senang.

“Baiklah, ketuk pintu kamarku bila kau siap”

“Baik” seru demetri sembari mengedipkan mata.

“Ehmm—“ seru Felix dan Heidi bersamaan.

“Apa?” tanyaku dingin. Felix tertawa sementara Heidi berusaha untuk duduk dikursi. “Tak ada apa-apa, hanya saja tadi suaraku Serak” bohong Heidi.

Aku memutarkan mata sembari tertawa. “Ah, Masa?” tanyaku menggoda.

Keadaan di meja kami sunyi. Felix dan Demetri sedang sibuk dengan tugas Biologi mereka. Heidi sibuk dengan PR bahasa inggris. Sedangkan aku, sedang menyapa teman-temanku. Tapi sejurus kemudian Santiago dan Gianna datang. Mereka baru saja keluar dari kelas Fisika. Tapi aku sama sekali tak melihat Alec, kemana perginya anak itu?

“Hai semua..” suara dibelakangku mengangetkanku. Ternyata itu Alec!

“Dari mana saja kau?” tanyaku.

“Kau lupa, 2 jam yang lalu aku ada kelas bahasa spanyol”

“Oh, yeah. Aku lupa” jawabku sambil nyengir. Alec Ikut nyengir.
“Dasar kakakku kikuk” canda alec.

“Adikku yang lemot” balasku.

“Hei, jangan saling mengejek” Kata demetri. Alec sepertinya tidak menyadari adanya demetri. Dia melirik demetri sekilas dan menatapku lagi. Sambil berdiri dia berusaha berbicara padaku.

“Sepertinya aku akan duduk dia meja sana bersama teman-temanku!” Sergahnya kasar. Dia langsung berjalan kaku ke arah teman-temannya.

”Dia masih marah?” Tanya demetri.

“sepertinya, tapi biarkan saja.” Jawabku. “Oh, Shit! Aku lupa ada kelas bahasa Indonesia”

“Kau ikut kelas Bahasa Indonesia?” Tanya Heidi.

“yeah, well, mungkin kita bisa terlalu jauh untuk berburu binatang sampai Indonesia, jadi aku ikuti saja kelas itu” kataku berbisik agar tidak terdengar kepada anak-anak.

Aku bergegas masuk ke kelas. Dan saat pelajaran dimulai, aku bosan mendengar cerita-cerita guruku yang pernah tersesat di Indonesia. Memuakkan, Sekaligus Memalukan. Yang seperti itu harus diceritakan.

2 jam telah berakhir. Ini adalah kelas terakhirku. Jadi aku bisa langsung pulang.

Sampai istana, aku langsung melesat ke kamarku. Sore ini berjalan terlalu cepat, sampai-sampai sudah malam. Dan Hal yang paling ditunggu pun datang— Ketukan pintu kamarku dari Demetri.

Aku membuka pintu kamarku, ku lihat demetri sudah siap untuk pergi. “Sudah siap?” tanyanya.

“Yeah..” bisikku.

Dia menggandeng tanganku, dan membawaku ke mobil BMW—nya. Sesampainya kami di taman, kulihat taman itu sepi. Tapi masih ada beberapa orang disana. Demetri menarikku ke tempat duduk yang agak tersembunyi. Sesaat kami terdiam. Tapi, Demetri pun memulai pembicaraan.

Jane, ti amo, più di ogni altra cosa. e sarai per sempre il mio partner?”

“Heh...?”

Sesaat aku membisu, Apakah aku tuli? Atau malah bermimpi? Tapi mustahil aku bermimpi..

ALEC’POV

Dari kamarku, aku mendengar suara mesin mobil Demetri dimatikan. Aku langsung buru-buru melesat ke kamar Jane. Aku terduduk di kursi meja rias Jane sembari memainkan sisirnya yang tergeletak di meja rias. 2 menit kemudian dia datang.

“dari mana kau?” tanyaku dingin. Sembari terus memainkan sisirnya dan tak menatap matanya. Aku hanya mengikuti gerak-gerik sisirnya yang kumainkan.

“dari taman kota” jawabnya biasa.

“Dengan..” Aku tak tahu harus bersuara seperti apa saat berkata “Demetri?”

“Yeahh, kau ini kenapa? Masih membencinya?..” tanyanya dingin. Dia menghapiriku. Tangannya memegang sisir ditanganku. Berusaha untuk mendiamkan. “Alec! Ini sudah lebih dari 2 tahun sejak Aro memilih dia menjadi master untuk pengawal Volturi!”

“Tapi kau tau sendiri itu keinginanku selama ini! Setelah Kau, Harusnya Aku yang menjadi Master! Bukan dia!”, Jane mengerucutkan bibirnya. Aku meliriknya sesaat. Sebelum aku beranjak pergi. Aku sudah tau jawabannya.

-oOo-

5 bulan sudah lewat, sejak Jane menerima Demetri sebagai Pasangannya. Aku tak bisa percaya ini! Berani sekali dia! Aku benci kakakku! Tapi.. ada sesuatu lain yang kubenci, yaitu.. Demetri-kakakku, Felix-Heidi, Sekarang? Santiago dengan Gianna? Dunia macam apa ini!

Tadinya aku terduduk dimeja tempat biasa keluargaku duduk. Sampai akhirnya demetri dan Jane berusaha untuk mendekatiku. Mereka duduk bersebrangan denganku. Demetri menatapku tapi jane menatap demetri. Aku tak menatap keduanya. Aku melihat teman-teman manusiaku sedang berkumpul di tempat biasa mereka. Lebih baik aku menghampiri mereka. Saat aku beranjak untuk menghampiri mereka, saat itu pula Felix dan heidi datang.

“Mau kemana kau?” tanya Jane.

“sepertinya terlalu Sempit disini, aku ingin berkumpul bersama The famous—” kataku dingin. The famous itu sebutan bagi anak-anak high school untuk kelompok kami. Jane memutarkan bola matanya. Aku bisa melihat ekspresi marahnya. Tapi Demetri mencoba untuk menenangkannya. Aku tak peduli, aku langsung buru-buru ke meja teman-temanku. Karena aku sangking tergesa-gesanya, aku menabrak seseorang. Seorang gadis. Aku tak kenal gadis itu, dia memakai sweter biru muda dan celana jeans. Sepertinya anak baru.

“Maaf” seruku. Aku tersenyum, Dan membantunya berdiri. “kau tak apa?”

“aku baik-baik saja, thanks” jawabnya. Aku mengangkat sebelah alisku. “aku tak pernah melihatmu sebelumnya, kau murid baru?”
“Yeah, namaku Livia,panggil saja Lili. Aku baru pindah 3 hari yang lalu, Btw, boleh Aku tau namamu?”

“Oh hei, namaku Alec” aku mengulurkan tanganku kepadanya. Berusaha memperkenalkan diri. Dia menerima tanganku, lalu melepaskan tanganku,  Well—Alec, mungkin aku Harus berkumpul dengan teman-temanku, disana” Dia menunjukan Kearah teman-temanku.

“Maksudmu The famous?” aku menatapnya bingung, sudah lebih dari 1 minggu aku tak berkumpul bersama mereka.

“Yeah, mereka menyambutku, katanya mereka mendapat suruhan dari ayahku untuk menemaniku” jawabnya sambil tersenyum padaku. “ayahmu—? Siapa?”

“Kepala sekolah yang baru di sekolah ini. Mr.Fillion”

“Mr.Fillion? kepala sekolah yang diganti 2 minggu yang lalu?” sambil berbicara dengannya, aku menariknya ke The famous. “Yeah” jawabnya.

Sampainya kami di Geng—ku, Breta menyapaku. “Hei alec, darimana saja kau? Sudah 1 minggu aku tak melihatmu! Dan, well, kau sepertinya sudah menemukan si murid baru”

“Shut up, breta!” kata Lili. Aku berusaha duduk sementara lili menghampiri breta dan memukul lengannya. “Oke, oh well.. Hei alec, kau tau, Finn sekarang berpacaran dengan Quinn!!”

“Yeah,  aku tau, finn bercerita padaku Minggu kemarin” sahutku.

Yeah, lengkap sudah kebencianku ini. Jane, keluargaku, sampai sahabat-sahabatku sekarang sudah mempunyai pasangan.

-oOo-
Tepat 3 minggu lagi kami akan menghadapi kelulusan, sekarang aku lebih banyak bergabung dengan The famous. Aku sudah siap semuanya, properti kelulusanpun sudah. Aro dan sulpicia akan berpura-pura menjadi orangtuaku, Jane, dan Felix. Karena kami terlihat kembar. Sedangkan Caius dan Athenodora akan menjadi orangtua Heidi, Santiago, dan Gianna.

Tapi, ada sesuatu yang salah tentang lili, dia jadi sedikit murung, pendiam, dan sering tak masuk kelas. Katanya dia sakit. Tapi aku tak tahu. Dan hari ini, dia pun tak sekolah.

“Mana lili?” tanyaku pada The Famous.

“Dia masih sakit” Jawab Quinn. Aku merenung sendirian ditengah teman-temanku yang tertawa. “Ups, sepertinya ada yang sedang kesepian nih—“ ejek Finn padaku.

“Diam kau!” kataku dingin. Semuanya tertawa. “tenang Alec, kami semua mengerti perasaanmu. Aku sering melihatmu sepertinya terlalu tenang disisi lili,” kata breta, “Dan aku tau, pasti kau mencintainya” dia menghembuskan napas berat.

“Lalu?” Aku mulai menatapnya garang. Tapi, aku bisa melihat semua geng—ku sedikit merasa sedih. “Ada apa, guys?” tanyaku bingung.

“Sebenarnya lili..” kata breta. Dia menceritakannya padaku. Jadi! Mereka menjenguknya kemarin? Kenapa tak memberitahuku?

Tapi, yang membuatku sedih, dan hampir membuatku menangis, seandainya saja aku mempunyai air mata. Ternyata lili.. Tak mungkin!

JANE’POV

Sekarang aku sering melihat livia dengan Alec, mereka begitu dekat. Tapi Aku tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada Alec sekarang. Kata teman-temannya, dia depresi karena lili sakit keras. Yah.. aku mengenalnya, dia satu kelas denganku dikelas bahasa indonesia. Dia anak baik, dan Well, ternyata dia anak Mr.Fillion, kepala sekolah kami.
“Ada apa dengan Alec, Vera?” tanyaku pada salah satu temanku yang masuk kelompok The famous. Dia sahabat alec+ lili, sekaligus sahabatku juga. Tapi aku tak termasuk kedalam kelompok the famous. Karena aku lebih sering berkumpul bersama keluarga volturi.

“aku tak tau kemungkinannya kenapa, tapi aku merasa alec memiliki suatu rencana” jawab Vera.

Rencana? Untuk apa?

ALEC’POV

Rencanaku, Mengubahnya menjadi vampir dan hidup bersamanya selamanya. Pertama, aku akan berbicara pada mr.Fillion tentang apa aku ini sebenarnya. Kedua, aku akan meminta izin padanya untuk mencintai lili. Ketiga, aku akan meminta izin untuk mengubah lili menjadi makhluk immortal.

 Aku melamun sementara Aro, Caius, Marcus, dan para pengawal sedang melakukan eksekusi terhadap Vampir yang meminta untuk mati. Saat eksekusi selesai, aro membuyarkan lamunanku. Dia tak berkata apa-apa, dia langsung menyambar tanganku untuk membaca  pikiranku. Sesaat di terdiam, tetapi sesaat kemudian dia tegas.

“Bila itu yang kau inginkan, aku takkan bisa membantah.” Gerutunya.

“Baik” jawabku. Aku meninggalkan mereka semua, bergegas kerumah lili, dan disana sudah ada teman-teman sekelompok—ku yang datang. “Apa yang terjadi?” tanyaku buru-buru setelah menutup pintu mobilku.

“keadaan lili semakin gawat!” kata Vera. Aku langsung buru—buru melihatnya. Dan memang, dia sangat kritis. Gara-gara penyakit tumor otaknya ini, Lili kehilangan kesehatannya. Aku melihat mr.fillion yang sedang khawatir tentang anaknya. Aku menghampirinya, “Bolehkah aku berbicara padamu? Berdua?” bisikku. Mr.fillion mengangguk sekali, dia berbicara pada istrinya, “Aku akan meninggalkanmu sebentar”, dan mrs. Fillion mengangguk.

Kami berjalan ke belakang dapur, karena tempat ini paling pojok, otomatis tidak akan ada manusia yang bisa mendengar.

“Ada apa, Alec?” Katanya. Aku menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya. “Aku akan menyelamatkan putrimu” kataku. Keningnya berkerut, “Kami sudah mencoba berbagai hal untuk menyembuhkannya alec, tapi hasilnya, dia tetap kritis”

“Aku tau apa yang harus aku lakukan, kalau kau tak keberatan, aku akan memberitahumu sesuatu” kataku gugup. Mr.fillion mengangguk, “Apapun untuk membuat putriku hidup”

“kalau dia hidup tapi tak menjadi manusia?” bisikku. Takut terdengar oleh yang lain.

“apa maksudmu? Apakah kau bukan manusia?” tanyanya. Nadanya sedikit bercanda. Tapi tatapannya tetap serius.

“Itulah aku, sebenarnya aku ini…” aku menceritakan semuanya padanya.

***

Ekspresinya kaget, takut, kecewa, ngeri, campur aduk. Tapi dia setuju aku mengubah putrinya menjadi Vampir. Saat itu juga kudengar suara mrs.fillion berteriak. Kami berdua langsung bergegas ke kamar lili.

“Ada apa?” Tanya mr.fillion waswas. Istrinya mendekap ke mr.fillion, “tenang, alec akan menyelamatkannya. Kalau kau tidak keberatan, bisa kah kau menunggu diluar? Please?” tanyanya memohon. Istrinya mengangguk. Dia menatapku penuh harap. Aku mengangguk padanya.

“Lakukanlah, Nak” kata mr.fillion, “Aku akan meninggalkanmu”

Sekarang aku benar-benar sendirian, aku tak tega melihatnya, selamat 5 menit aku berdiam diri. Tapi, aku melihatnya sadarkan diri.

“Lili?” bisikku khawatir. Lili tersenyum lemah kepadaku. “Itu kau, Alec?” tanyanya lemah.

“Yeah ini aku, aku akan menyelamatkanmu, Lili. Tapi, kau harus tau satu hal, ti amo”

“Aku juga mencintaimu alec” katanya. Dia masih tetap tersenyum. “bisakah kau menyelamatkanku sekarang?” tanyanya.

”aku akan melakukannya.” Kataku, aku tak tahu harus berkata apalagi, tapi  mungkin inilah saatnya. “tapi, kau takkan menjadi manusia lagi. Apakah kau masih mau?”

“aku selalu mau, apapun untuk membuatku hidup, dan untuk membuatku bersamamu” jawabnya serius. Nadanya semakin lemah. Tapi dia tetap mengatakan “Selamanya”

“Bersamaku, Selamanya” kataku. “Aku minta maaf bila ini menyakitkan”, tanpa ba-bi-bu lagi, aku sudah melihat dia sepertinya sudah tak tahan lagi. Aku langsung mengigitnya. Berusaha untuk membuat racunku masuk kedalam tubuhnya. Ini sangat menyakitkan bagiku. Dan tentu baginya. Tapi, hal yang paling aneh adalah, mengapa dia tak berteriak kesakitan? Dia memang kesakitan, aku bisa melihat dari kepala tangannya, tapi tanpa meneriakkan kesakitannya.

JANE’POV

Sekarang aku mengerti ada apa dengan alec, sekarang aku sedang perjalanan ke rumah livia bersama demetri. Sampai dirumahnya, kulihat mr. Dan mrs. Fillion sedikit tenang. Tapi mana alec?

“Dimana dia?” tanyaku sopan. Aku menghampiri mereka.

“dia sedang..” aku mendengarkan cerita mr.fillion. aku mengerti sekarang! Dia melakukan segalanya. “boleh aku bertemu dengannya?” tanyaku.

“silahkan, dia ada di kamar lili”

Aku bergegas pergi ke kamar livia. Demetri tersenyum kepada mereka berdua dan mengikutiku. Saat aku melihatnya, dia hanya duduk berdiam diri menunggu livia berubah.

“hei” bisikku menyapanya. Dia berdiri dan berbalik melihatku. “Hei, Jane.. Hei demetri” katanya.

“Hei, Sobat. Bagaimana keadaannya?” tanya demetri. Alec menghampiri kami, matanya yang emas menyala-nyala saat melihat kami. Entah marah ataupun sedih, dia tetap menatap kami. “prosesnya hampir selesai. Dia akan segera bangun. Mr. Dan mrs.Fillion sudah mengetahui semuanya. Mereka menutujuinya” kata Alec. Kini dia tersenyum bahagia.

6 jam kami disini. Dikamar livia, tak beranjak sedetikpun. Kami terus memandangi Livia. Sampai akhirnya dia sadar. “Alec, liat” seruku. Alec menghampirinya. Dia menguncang-ngucang kecil tubuh livia. “Lili, kau tak apa?” tanyanya. Lili yang masih setengah sadar sepertinya sudah tau kalau ada Alec disampingnya. Dengan gerakan lambat, dia bangun, Duduk terdiam memandangi Alec. Alec mendekapnya, dan dia membalasnya.

“Kau baik-baik saja?” tanyaku. Dia terlihat agak kaget, matanya yang kini mereah memandangiku. “Yeah, sepertinya” serunya.

-oOo-

Hari ini tepat 2 hari sebelum kelulusan dimulai. Livia, dia sangat.. sangat menakjubkan! Dia bisa menahan napasnya didekat manusia. Aku tak tahu ada apa dengannya, yang pasti dia tak pernah tergoda darah manusia. Seperti halnya Carlisle. Saat ini, Alec dan Livia selalu bersama. Entah itu berkumpul di meja keluarga Volturi atau di meja The famous. Ku lihat, Aro sudah menetujui hubungan mereka. Aku tak tahu pasti.

Hari begitu cepat, sampai-sampai sudah malam. Aku hanya berbaring ditempat tidurku yang sebenarnya sangat tak berfungsi. Untuk apa vampir butuh tempat tidur? Dan pasti tak ada satupun jawaban. Tiba-tiba ada suara ketukan pintu dari arah pintu kamarku. Aku bergegas untuk membukanya. Itu Demetri ternyata.

“Bisa berjalan-jalan sebentar denganku?” tanyanya.

“yeah, tentu” jawabku sambil mengangguk.

Kami pergi ke taman kota lagi. Dan duduk di tempat dimana demetri mengutarakan cintanya padaku. 9 bulan yang lalu, sudah lama sekali itu.. saat itu aku tak bisa berkata apa-apa selain ‘sì’ . dari situ, kami memulai hubungan. Tapi alec menolak demetri untuk menjadi kaka iparnya. Dia sangat membenci demetri. Hanya karena keinginannya diambil oleh demetri. Tapi.. sekarang, Alec sepertinya sudah merelakannya.

Seperti biasa, demetri memulai pembicaraan. “aku tak bisa menahan ini terus. Masalah ini selalu mengganjal di kepalaku”

“keluarkan saja, beibh” kataku. Dia memandangku penuh arti. “janji padaku jangan marah”

“Janji!” janjiku. Aku tersenyum kepadanya. Dia langsung berlutut kepadaku, mengambil sesuatu yang ada disaku celananya. Sebuah kotak kecil hitam lembut, dan isinya adalah cincin.

“Would you to marry me?”

Tanpa ba-bi-bu lagi, aku menjawab mantap. “Yes”

Dia langsung memelukku. Pelukan ini bisa kuartinya karena senang, bahagia, gembira. Dunia sangat indah.

“please with me, Forever!” kataku, dia membuka pelukkannya dan menatapku. “Always” janjinya.

Kebahagianku lengkap sudah.

ALEC’POV

1 hari menjelang kelulusan. Lili luar biasa bisa mempertahankan dirinya tak tergoda dengan darah manusia. Aku tak percaya ini! Dia mirip sekali dengan Carlisle. Kami sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan pidato. Sebenarnya Vera yang sibuk. Hanya The famous ikut membantu.

“Harusnya kau mengambil pidato karanganmu” kata breta.

“Tidak. Pidato karanganku sama sekali tidak nyambung dengan jalan ceritanya. Karanganmu lebih bagus breta!” pekik Vera. Semua orang yang mendengarnya termasuk kami berdua, tertawa terbahak-bahak karena adu mulut Breta dan Vera. 1 hari, itu akan mengubah segalanya dalam hidupku bila Livia ada disini, bersamaku.

Malampun tiba, malam ini, ada pesta malam sebelum kelulusan dirumah Breta. Aku menjemput Livia dari rumahnya dan Pergi bersama kerumah breta. Dirumahnya terlalu ramai, dan aku tak menyukai keramaian. Jadi aku pergi kepojokan halaman belakang rumah breta yang terlihat sepi.

Tiba-tiba seseorang datang, tentu saja aku tau siapa dia. Livia. Wajahnya yang luar biasa cantik jelita menatapku bingung. Dia berusaha duduk disebelahku. Dan, ini adalah hal yang kutunggu.

“Boleh ku minta sesuatu darimu?” tanyaku padanya.

“tentu saja” janjinya. Aku berhadapan dengannya, mengeluarkan sesuatu dari dalam sakuku, dan sambil membuka kotak yang keluar dari sakuku, aku berkata padanya. “Mi vuoi sposare, Livia?”

Dia sedikit kaget. Tapi dengan nada gugup, dia mengangguk kepadaku. “Please with me, forever” katanya. Aku tersenyum padanya, dan dengan gerakkan luwes ku masukan cincin ke jari manisnya.

“Forever” janjiku.

Saat itulah, kebahagian berada dalam tanganku. Selamanya.

END