Dominique—Jam Pelajaran ketiga dan Keempat cukup singkat kurasa.
Karena aku masih baru di La Push ini, jadi aku harus menunggu Daniella bubar
dari Rapatnya dulu.
Karena aku malas
untuk membawa terlalu banyak buku, aku mencari loker nomor 83 dan menyimpan beberapa
buku yang sepertinya tak perlu ku bawa kerumah.
Dari tadi aku tak bertemu dengan Sasha. Oh Hell, sekarang memang aku membutuhkannya
kalau boleh Jujur. Jadi, aku berencana untuk menunggu
Daniella dan Sasha
di taman sekolah. Kukelilingi pandanganku, untuk mencari bangku. Itu! Ada
sebuah bangku, tapi, tak ada yang menduduki bangku itu. Padahal disekitar
bangku itu ada beberapa orang yang sepertinya memilih ‘berdiri’. Aku berjalan
ke bangku itu dan berniat untuk membaca buku yang kubawa. Tapi, saat aku sedang
duduk di bangku itu, Sasha
datang.
“Domi, jangan pernah duduk dibangku itu!” teriaknya.
Otomatis semua orang-orang disekitarku memandangku tak percaya. Hah? Apa?
Kenapa? Apa yang salah dengan bangku ini?
“memangnya kenapa Sas?” Tanyaku. Dia sepertinya terlihat
ketakutan.
“Bangku itu hanya boleh diduduki oleh Messalla dan kelompoknya, Dom.
Siapapun yang berani menduduki bangku mereka artinya mereka mencari mati.
Termasuk juga kau!” tepat saat itu juga, Messalla, Mungkin kurasa, — mendorong Sasha Jauh-jauh dan mendorongku sampai
menabrak dinding.
“Anak Baru, huh? Sepertinya sedang kesusahan untuk
mengerti peraturan kami.” Serunya. Oh tidak, jangan lagi. Aku tak mau seperti
Holly dan Kelompoknya. Aku tak mau mereka celaka karena menghajarku. Tidak, tidak,
tidak. “Peraturan kami hanya 3.” Lanjutnya. “pertama, jangan duduk di BANGKU
kami. Kedua, jangan berani-berani memakai Meja kami di Kafetaria. Ketiga,
jangan pernah melawan kami. Mengerti?” tanyanya. Suaranya yang lembut persis
holly dimana artinya lembut samadengan Memautkan. Kulihat Sasha, dia sedang ditarik oleh anak buah
Messalla
dan rambutnya dijambak sampai dia berteriak mati-matian.
“Karena kau anak baru, kami kau bebaskan,
Pecundang.” Karena marah Sasha
dijambak, dan aku dipanggil pencundang,saat
Messalla
menatapku, kuludahkan dia
tepat dibagian atas hidungnya. Semua anak yang melihatku terkesiap tak karuan.
“Ternyata kau mau cari mati, Pecundang. Baik, terima
ini.” Saat dia menjambakku, kulihat Veruca, Genevie dan beberapa anak
lainnya melihatku. Tepat saat itu aku berteriak seperti Sasha, kulihat Daniella keluar dari kubu Veruca, berlari
kearahku dan menarik Tangan Messalla
dari rambutku.
“Jangan pernah main-main dengan kembaranku, Devil.”
Kudengar suara retakan tulang tangannya Messalla akibat Daniella
terlalu keras mengenggamnya, membuat Messalla, dan kelompoknya berteriak. Sudah
kupastinya Messalla
berteriak karena kesakitan tangannya dipatahkan oleh Daniella, tapi kelompoknya
berteriak tanpa alasan. Seperti kesakitan.
Daniella menghampiriku dan membawaku duduk di bangku
mereka. “Kau tak apa?” Tanyanya. Aku mengangguk dan beralih ke Sasha. Dia sepertinya terlihat baik, Mungkin.
“Kau tak apa, Sas?” tanyaku.
“Aku tak apa,
Dom. Lebih baik aku ke ruangan pencucian dulu. Bye.” Dia tersenyum kepadaku dan
pergi.
“Ayo, Dom. Kita
pulang.” Ajak Daniella.
Genevie—“Anak yang berani. Sama seperti Uncle Paul.” Seru Veruca. Ya, Bisa
kubilang memang dia cukup berani. Tapi, pikirannyapun sedang acak-acakan. Entah
apa yang sedang dia bebani. Dan, aku cukup menyesal telah membaca pikirannya,
karena aku jadi ikut sakit kepala juga. Erg..
“Baiklah, Ayo
kita pulang.” Ajak Roxanne.
“Hei tunggu
dulu. Bukankah anak kelas Tujuh hari Ini libur?” Tanya Rafael. “Daritadi aku
berpikir ada yang aneh dengan kita. Dan ternyata, ada kau ternyata Roxie.”
Godanya.
“Diam Rafa.
Memang seharusnya aku libur seperti Allena. Tapi kelas Drama membutuhkanku.”
“Dasar
Dramatisme.” Ujarku. Roxie meninju punggung Lenganku. “Hei! Beraninya kau
memukul kakakmu!”
“Diam, Diam!
Baiklah, ayo pulang.” Teriak Sean mengakhiri kegilaan ini.
“Mom, kami pulang.” Teriak Roxanne diambang
pintu. Aku melemparkan tubuhku ke sofa ruang tamu. Roxanne mengerinyit saat
melihat kaos kakiku yang kugeletakkan lantai. “Hei, kaos kakiku Sewangi Bunga
Mawar.” Gurauku.
“Bunga Mawar
yang sudah busuk. Benarkan?” Canda Roxanne. Dia buru-buru berlari kekamarnya
sebelum berhasil kutangkap.
“Benarkah?
Baiklah. Kutunggu kau Minggu depan, Allie!..Biip—”
Seru mom mengakhiri percakapan diteleponnya. Dia sepertinya terlihat agak
senang. Karena penasaran, kutanya pada mom.
“Ada kabar
bahagia? Kulihat mom senyum-senyum tak jelas seperti itu..”
“Ya. Alicia dan
Alec benar-benar akan pindah ke Forks minggu depan.” Geram mom. “Mereka punya dua
anak adopsi juga. Vampire tentunya.”
“Oh god. empat
anak? Apakah Aunt Alicia ingin mengalahkan Aunt Rachel dalam mengurus anak?”
Candaku. Mom ikut tertawa bersamaku. Dan, inilah yang kutunggu daridulu. Aunt
Alicia Pindah ke Forks. Kau tau kan mengapa? Supaya aku bisa dekat dengan
Lincoln. Oh, Well, Walaupun Forks,
Bukan La Push, tapi Forks dan La Push berdekatan, Right?
“banyak anak itu
urusan lain. Yang paling utama untukmu kan supaya dekat dengan Lincoln, ‘kan?”
“Mommmmm!!!!!”
“Mom bercanda,
sayang. Dan, Hey, apakah kau bertemu dengan Dominique? Anaknya Rachel yang dulu
tinggal Di Missouri?”
“Ya.” Jawabku
singkat.
Gale—Tidak. Aku terlalu kehausan. Aku butuh darah. Tidak. Tidak. Tidak. Kalau
aku menghisap darah salah satu murid disekolah ini, bisa-bisa terbongkar
rahasiaku oleh semua anak The Lion Hawk. Aku tak boleh. Tapi, aku terlalu haus.
Duk. Duk. Duk.
Terdengar suara langkah kaki dari ruangan ini. Ada Manusia! Ada! Aku harus
minum. Harus.
“Hallo.” Sapaku
diambang pintu. Gadis itu terlihat kaget saat memandangku. Bagaimana tidak?
Dengan rupa paruh baya seperti ini mana bisa aku bersuara seperti itu?
“Hallo Mr..”
kelihatan gadis ini kesusahan saat mencari namaku. Dia lalu melirik identitasku
yang menempel dikemejaku. “..Hawthorne.”
“Bisa bantu saya
sedikit, Gadis kecil?” Pancingku padanya.
“Panggil saja
saya Sasha, Mr.Hawthorne.” Ralat gadis itu.
“Baiklah, Sasha.
Saat saya dikamar mandi tadi, tak sengaja saya menjatuhkan kertas tissue toilet
yang masih baru kedalam kloset. Tapi saya tak bisa mengambilnya. Bisakah kau
membantu saya?”
“Baiklah..”
kutuntun dia kedalam kamar mandi. Ini adalah sebagai penarikan mangsa. Saat
gadis ini masuk kedalam salah satu kamar mandi, dia mulai terheran mengapa tak
ada satu kertas tissue pun yang terapung didalam Kloset.
“Maaf,
Mr.Hawthorne, kertas Toiletnya tak ada. Mungkin sudah diambil oleh Murid lain.”
Ucap Gadis itu.
“Ya. Memang tak
ada..” Ucapku tersenyum Licik. Lama-lama, aku mengubah raut Wajahku menjadi
lebih Muda, Karena memang inilah Wajahku—“tapi aku sangat membutuhkan darah.”
Aku langsung
mendekati leher gadis itu. Lalu menghisap darahnya. Gadis itu meronta-ronta
sambil berteriak. Kubekap mulutnya, dan kuhisap darah ditubuh gadis kecil
malang ini.
“Malangnya
nasibmu, Gadis kecil.”
(To Be continued..)
*sewangi mawar
busuk yak kaos kakimu, Nep? XDv
*No Comment from
me u.u XD
<3 The Lion
Hawk : A wimpy Family, Bab 3 <3