Thursday, November 8, 2012

The Lion Hawk : A wimpy Family, Bab 3



Dominique—Jam Pelajaran ketiga dan Keempat cukup singkat kurasa. Karena aku masih baru di La Push ini, jadi aku harus menunggu Daniella bubar dari Rapatnya dulu.
Karena aku malas untuk membawa terlalu banyak buku, aku mencari loker nomor 83 dan menyimpan beberapa buku yang sepertinya tak perlu ku bawa kerumah.
Dari tadi aku tak bertemu dengan Sasha. Oh Hell, sekarang memang aku membutuhkannya kalau boleh Jujur. Jadi, aku berencana untuk menunggu Daniella dan Sasha di taman sekolah. Kukelilingi pandanganku, untuk mencari bangku. Itu! Ada sebuah bangku, tapi, tak ada yang menduduki bangku itu. Padahal disekitar bangku itu ada beberapa orang yang sepertinya memilih ‘berdiri’. Aku berjalan ke bangku itu dan berniat untuk membaca buku yang kubawa. Tapi, saat aku sedang duduk di bangku itu, Sasha datang.
“Domi, jangan pernah duduk dibangku itu!” teriaknya. Otomatis semua orang-orang disekitarku memandangku tak percaya. Hah? Apa? Kenapa? Apa yang salah dengan bangku ini?
“memangnya kenapa Sas?” Tanyaku. Dia sepertinya terlihat ketakutan.
“Bangku itu hanya boleh diduduki oleh Messalla dan kelompoknya, Dom. Siapapun yang berani menduduki bangku mereka artinya mereka mencari mati. Termasuk juga kau!” tepat saat itu juga, Messalla, Mungkin kurasa, — mendorong Sasha Jauh-jauh dan mendorongku sampai menabrak dinding.
“Anak Baru, huh? Sepertinya sedang kesusahan untuk mengerti peraturan kami.” Serunya. Oh tidak, jangan lagi. Aku tak mau seperti Holly dan Kelompoknya. Aku tak mau mereka celaka karena menghajarku. Tidak, tidak, tidak. “Peraturan kami hanya 3.” Lanjutnya. “pertama, jangan duduk di BANGKU kami. Kedua, jangan berani-berani memakai Meja kami di Kafetaria. Ketiga, jangan pernah melawan kami. Mengerti?” tanyanya. Suaranya yang lembut persis holly dimana artinya lembut samadengan Memautkan. Kulihat Sasha, dia sedang ditarik oleh anak buah Messalla dan rambutnya dijambak sampai dia berteriak mati-matian.
“Karena kau anak baru, kami kau bebaskan, Pecundang.” Karena marah Sasha dijambak, dan aku dipanggil pencundang,saat Messalla menatapku, kuludahkan dia tepat dibagian atas hidungnya. Semua anak yang melihatku terkesiap tak karuan.
“Ternyata kau mau cari mati, Pecundang. Baik, terima ini.” Saat dia menjambakku, kulihat Veruca, Genevie dan beberapa anak lainnya melihatku. Tepat saat itu aku berteriak seperti Sasha, kulihat Daniella keluar dari kubu Veruca, berlari kearahku dan menarik Tangan Messalla dari rambutku.
“Jangan pernah main-main dengan kembaranku, Devil.” Kudengar suara retakan tulang tangannya Messalla akibat Daniella terlalu keras mengenggamnya, membuat Messalla, dan kelompoknya berteriak. Sudah kupastinya Messalla berteriak karena kesakitan tangannya dipatahkan oleh Daniella, tapi kelompoknya berteriak tanpa alasan. Seperti kesakitan.
Daniella menghampiriku dan membawaku duduk di bangku mereka. “Kau tak apa?” Tanyanya. Aku mengangguk dan beralih ke Sasha. Dia sepertinya terlihat baik, Mungkin.
“Kau tak apa, Sas?” tanyaku.
“Aku tak apa, Dom. Lebih baik aku ke ruangan pencucian dulu. Bye.” Dia tersenyum kepadaku dan pergi.
“Ayo, Dom. Kita pulang.” Ajak Daniella.

Genevie—“Anak yang berani. Sama seperti Uncle Paul.” Seru Veruca. Ya, Bisa kubilang memang dia cukup berani. Tapi, pikirannyapun sedang acak-acakan. Entah apa yang sedang dia bebani. Dan, aku cukup menyesal telah membaca pikirannya, karena aku jadi ikut sakit kepala juga. Erg..
“Baiklah, Ayo kita pulang.” Ajak Roxanne.
“Hei tunggu dulu. Bukankah anak kelas Tujuh hari Ini libur?” Tanya Rafael. “Daritadi aku berpikir ada yang aneh dengan kita. Dan ternyata, ada kau ternyata Roxie.” Godanya.
“Diam Rafa. Memang seharusnya aku libur seperti Allena. Tapi kelas Drama membutuhkanku.”
“Dasar Dramatisme.” Ujarku. Roxie meninju punggung Lenganku. “Hei! Beraninya kau memukul kakakmu!”
“Diam, Diam! Baiklah, ayo pulang.” Teriak Sean mengakhiri kegilaan ini.

 “Mom, kami pulang.” Teriak Roxanne diambang pintu. Aku melemparkan tubuhku ke sofa ruang tamu. Roxanne mengerinyit saat melihat kaos kakiku yang kugeletakkan lantai. “Hei, kaos kakiku Sewangi Bunga Mawar.” Gurauku.
“Bunga Mawar yang sudah busuk. Benarkan?” Canda Roxanne. Dia buru-buru berlari kekamarnya sebelum berhasil kutangkap.
“Benarkah? Baiklah. Kutunggu kau Minggu depan, Allie!..Biip—” Seru mom mengakhiri percakapan diteleponnya. Dia sepertinya terlihat agak senang. Karena penasaran, kutanya pada mom.
“Ada kabar bahagia? Kulihat mom senyum-senyum tak jelas seperti itu..”
“Ya. Alicia dan Alec benar-benar akan pindah ke Forks minggu depan.” Geram mom. “Mereka punya dua anak adopsi juga. Vampire tentunya.”
“Oh god. empat anak? Apakah Aunt Alicia ingin mengalahkan Aunt Rachel dalam mengurus anak?” Candaku. Mom ikut tertawa bersamaku. Dan, inilah yang kutunggu daridulu. Aunt Alicia Pindah ke Forks. Kau tau kan mengapa? Supaya aku bisa dekat dengan Lincoln. Oh, Well, Walaupun Forks, Bukan La Push, tapi Forks dan La Push berdekatan, Right?
“banyak anak itu urusan lain. Yang paling utama untukmu kan supaya dekat dengan Lincoln, ‘kan?”
“Mommmmm!!!!!”
“Mom bercanda, sayang. Dan, Hey, apakah kau bertemu dengan Dominique? Anaknya Rachel yang dulu tinggal Di Missouri?”
“Ya.” Jawabku singkat.

Gale—Tidak. Aku terlalu kehausan. Aku butuh darah. Tidak. Tidak. Tidak. Kalau aku menghisap darah salah satu murid disekolah ini, bisa-bisa terbongkar rahasiaku oleh semua anak The Lion Hawk. Aku tak boleh. Tapi, aku terlalu haus.
Duk. Duk. Duk. Terdengar suara langkah kaki dari ruangan ini. Ada Manusia! Ada! Aku harus minum. Harus.
“Hallo.” Sapaku diambang pintu. Gadis itu terlihat kaget saat memandangku. Bagaimana tidak? Dengan rupa paruh baya seperti ini mana bisa aku bersuara seperti itu?
“Hallo Mr..” kelihatan gadis ini kesusahan saat mencari namaku. Dia lalu melirik identitasku yang menempel dikemejaku. “..Hawthorne.”
“Bisa bantu saya sedikit, Gadis kecil?” Pancingku padanya.
“Panggil saja saya Sasha, Mr.Hawthorne.” Ralat gadis itu.
“Baiklah, Sasha. Saat saya dikamar mandi tadi, tak sengaja saya menjatuhkan kertas tissue toilet yang masih baru kedalam kloset. Tapi saya tak bisa mengambilnya. Bisakah kau membantu saya?”
“Baiklah..” kutuntun dia kedalam kamar mandi. Ini adalah sebagai penarikan mangsa. Saat gadis ini masuk kedalam salah satu kamar mandi, dia mulai terheran mengapa tak ada satu kertas tissue pun yang terapung didalam Kloset.
“Maaf, Mr.Hawthorne, kertas Toiletnya tak ada. Mungkin sudah diambil oleh Murid lain.” Ucap Gadis itu.
“Ya. Memang tak ada..” Ucapku tersenyum Licik. Lama-lama, aku mengubah raut Wajahku menjadi lebih Muda, Karena memang inilah Wajahku—“tapi aku sangat membutuhkan darah.”
Aku langsung mendekati leher gadis itu. Lalu menghisap darahnya. Gadis itu meronta-ronta sambil berteriak. Kubekap mulutnya, dan kuhisap darah ditubuh gadis kecil malang ini.
“Malangnya nasibmu, Gadis kecil.”

(To Be continued..)

*sewangi mawar busuk yak kaos kakimu, Nep? XDv
*No Comment from me u.u XD
<3 The Lion Hawk : A wimpy Family, Bab 3 <3