Wednesday, March 6, 2013

The Constellation-Chapter 2


Tittle                : The Constellation (Chapter 2)
Author       : Chen, Loveyta
PS                    : NO STEAL any scenes, quotes, or even the main idea. She's checking and She can hacked your any account if you do. thanks xx (lol, yeah. she's little bit creepy)

Chapter 2
Mimpi Pertama Mengenahi Sang Pangeran

Hai, Andromeda. Ini aku.
Setelah sekian lama kau menjadi sahabatku, pastilah ada sebuah perubahan kecil yang tampak dariku. Menurut beberapa pihak kerajaan khayal, aku sedikit mengalami perubahan mental. Dulu aku sangat manis, tapi mereka mengatakan aku tumbuh menjadi gadis liar. Benarkah?
Kau berjanji padaku akan segera menemuiku setelah rapat kemarin. Nyatanya sampai sekarang aku belum bertemu denganmu. Apa kau mendapat tugas tambahan sebagai bentuk hukumanmu? Atau proses pembedahan itu berjalan lebih lama? Sungguh, aku mengkhawatirkan keadaanmu, sahabatku.
Andromeda, sampai saat ini saja aku masih belum bisa memanipulasi perasaanku. Aku tak bisa membohongi diriku sendiri. Rasanya aku ingin mengikutimu pergi dan melupakan segala persoalanku dengan Tristan. Perlukah aku bersembunyi di balik selimut dan membendung rasa kerinduan di setiap sendiku padanya? Aku merasa seperti seorang pecundang. Kau boleh mengatakannya kalau datang kemari.
Andromeda, cepatlah datang. Hibur aku.

Bintang ke Tujuh,
Rabella

*skip*

Jika kemarin aku menceritakanmu tentang dunia khayal, sekarang aku akan menceritakan dunia dongeng yang dipimpin Ratu Elizaveta dan dijaga oleh Bintang pertama, yakni Destiny. Berbeda dengan Bintang yang lain, Destiny cenderung berwatak dingin dan jauh dari kata ramah. Entah apakah ini hanya perasaanku saja, tetapi ia seperti tidak menyukaiku. Apabila bertemu denganku, Destiny seolah menjadi predator buas yang berhadapan dengan hewan mamalia. Aku sempat bertanya pada Juliesse atau Andromeda. Tetapi mereka hanya mengatakan kalau Destiny memang berwatak keras.
Hari ini aku pergi ke dunia dongeng atas perintah Raja Leander. Biasanya aku pergi ke sana sekedar iseng atau mendapatkan utusan untuk bertemu Ratu Elizaveta. Di dunia dongeng, kau akan bertemu segala hal tokoh fiksi yang diciptakan oleh semua penulis dongeng. Aku sering bertemu dengan Putri Salju, Putri Yasmin, para kurcaci, semuanya. Mereka sama seperti gambaran tokoh yang diciptakan oleh penulis mereka. Tak jarang pula aku mendengar dongeng dari Wendy, sahabat Peter Pan, ketika bertemu dengannya di sebuah pondok sederhana dekat dengan laut Khasmird, tak jauh dari istana.
Sembari menunggang kuda, aku sampai pada perbatasan pintu dunia dongeng. Untuk memasuki dunia itu sendiri, semua orang harus mengucapkan kata kuncinya dan membentangkan pikiran lebar, menanamkan sugesti bahwa dunia dongeng itu ada.
I do believe in fairytale,” desahku perlahan.
Pintu gerbang menuju dunia dongeng terbuka lebar. Sambil memacu kuda, aku masuk ke dalamnya dan segera menemui Ratu Elizaveta di istana. Hamparan padang rumput tinggi beserta rimbunan pohon pinus menyambutku sepanjang jalan. Tujuanku menemui ratu hanyalah mengambil sebuah gulungan perkamen yang berisi cerita-cerita dari dunia dongeng. Karena di sini Ratu Elizaveta keterbatasan para pengantar dongeng, ia hanya akan memberiku perkamen berisi cerita panjang yang akan dibaca Raja Leander. Kau tahu? Raja Leander adalah salah satu penikmat dongeng.
Sesampainya kudaku di depan istana, aku melihat Destiny tengah berdiri di sebelah kuda tunggangnya sambil mengelus lembut kuda berwarna coklat tersebut. Seperti biasa pula, ia akan melemparkan tatapan tajam sepanjang aku berjalan meninggalkannya. Tanpa memberikan sapaan, aku turun dari atas kudaku, membuka tudung faux-fur coats yang kukenakan, dan menggelindang memasuki istana.
Ruang singgasana Ratu Elizaveta terletak di atas menara. Aku perlu menaiki tangga agar bisa sampai di atas menara. Tak membutuhkan waktu lama menaiki tangga. Aku bertemu dengan beberapa pelayan kerajaan yang setia menyapaku tiap aku datang kemari. Aku menyukai sikap beberapa warga sini. Tapi kau tahu sendiri, sepertinya hanya Destiny yang bersikap angkuh di depanku.
Ratu Elizaveta sudah menungguku di kursi singgasananya. Tak lupa sebuah senyuman manis madu ditampilkan sebaik mungkin ketika aku datang. Ratu Elizaveta bisa dikatakan sebagai wanita paling cantik di seluruh isi galaksi setelah Ratu Leto. Ia memiliki rambut panjang bak Rapunzel dengan mata abu-abu cemerlang.
Aku menunduk hormat di depan singgasananya.
“Mulai besok aku akan mengirim satu pengantar dongeng untuk Raja Leander. Kau tidak usah mengambil perkamen ini lagi.” Ratu Elizaveta mengulurkan gulungan perkamen yang kusambut dengan tundukan hormat.
“Terima kasih, Yang Mulia.” Aku tersenyum tulus.
“Kau boleh pergi.”
Aku menunduk lagi sebelum berbalik dan pergi. Kalau Ratu Elizaveta mengirim seorang pengantar, itu artinya aku tidak usah datang kemari. Sedikit bersyukur juga karena aku tidak akan mendapatkan tatapan sinis dari Destiny.
Di luar, Destiny sudah berkeliling menunggang kuda. Ia masih melemparkan pandangan aneh ke arahku. Sudut matanya mengisyaratkan sesuatu yang aku sendiri tak tahu apa itu. Sampai aku pergi dari halaman istana, aku masih tidak luput dari pandangannya. Yang penting ia tidak mengganggu, itu sudah cukup bagiku.


Tampaknya Raja Leander sangat senang setelah kuberitahu bahwa akan ada satu pengantar dongeng yang datang kemari. Ia bahkan mengucapkan terima kasih berkali-kali padaku dan menawarkan balasan. Aku bukanlah orang yang suka menuntut balasan, otomatis aku menolak saja.
Juliesse tengah berdebat panjang bersama Grady saat aku berjalan menuju taman bunga. Kalau kulihat dari pertengkaran mereka, sepertinya ada konflik yang timbul. Aku tidak suka mencampuri urusan orang lain, tapi aku paling tidak suka apabila ada yang bersikap kasar dengan gadis, terutama sahabatku.
“Hei, hei. Sopan sedikit, bro.” Aku mendorong bahu Grady. “Kau tidak perlu berkata kasar pada Juliesse.”
“Memangnya apa yang akan kaulakukan jika aku berkata kasar pada temanmu yang seorang pemintal benang itu?” Grady menunjuk Juliesse dengan dagunya; wajahnya syarat akan kemarahan sampai bisa kulihat dari sini matanya berapi-api kesal. “Dasar kumpulan orang aneh.”
Tidak masalah kalau ada yang mengatakan aku aneh. Tetapi aku paling benci kalau ada yang bertindak kasar pada sahabatku.
“Kau yang aneh.” Aku menaikkan daguku lima senti sebagai tanda pembalasan yang membuat Grady jatuh tersungkur ke belakang.
“Para Putri Bintang Terpilih dilarang menggunakan kekuatan mereka untuk kejahatan!” seru Grady berdiri sambil berjalan menerjangku. Dan sekarang ia sudah berada di depanku. Hanya berjarak beberapa senti di depanku.
“Aku hanya melakukan pembelaan. Dan, well, ini bukan kekuatan Bintang, melainkan sihir biasa, Grad.”
“Dan kau memilih teman bermain yang salah, Tuan Putri.” Grady menghentakkan kakinya, menimbulkan sebuah energi dahsyat yang membuatku terpental ke belakang cukup jauh.
Untung saja aku tidak sampai jatuh karena pendaratanku nyaris mulus. Hanya saja akibat sentakan itu, pipiku mendadak lebam seolah habis dipukul keras. Juliesse mengatupkan jari-jarinya mendekati bibir melihat perkelahian antara aku dengan Grady. Apalagi saat Grady semakin mendekat dan berusaha memberikan serangan lagi. Ketika tangannya terangkat, mendadak ada aliran energi asing menghampirinya sampai membuatnya terpental ke belakang. Aku melihat ke arah samping kananku, dimana Tristan tengah memberikan tanda pada sebelah tangannya lurus-lurus  sambil berjalan mendekatiku. Ia menurunkan lagi tangannya usai melihat Grady bergerak menjauh karena kesal.
“Kau tidak apa?” tanya Tristan memastikan. Aku mengangguk menjawabnya.
Juliesse berlari ke arahku dan melihat tubuhku baik-baik. Gara-gara ulah Grady tadi, pipi kiriku lebam kebiruan. Juliesse menyentuh ke dua pipiku agar bisa melihat lebam yang ada di sana.
“Maaf, maaf, maaf, Bella. Gara-gara membelaku, kau jadi seperti ini.”
“Tidak, aku baik-baik saja, Juliesse. Tak usah menyalahkan dirimu sendiri.” Aku menepis kedua tangan Juliesse.
Tristan bergerak mendekatiku hingga membuat Juliesse memberikan celah agar ia bisa melihat pipiku yang lebam. Disentuhnya kedua pipiku. Ekor matanya melirik mengamati wajahku baik-baik sambil sesekali menatap mataku sekilas. Mendadak jantungku mulai berkontraksi menimbulkan suara degupan kencang, berpacu lebih cepat dari pacuan kuda. Aku hampir tak bisa bernapas saat mata indah di depanku sekarang ini kembali menatapku dalam. Dan aku bisa melihat jelas gambaran yang ada di manik mata Tristan, gambaran tentang kami sebelum berpisah. Kekuatan Bintang Terpilihku adalah membaca setiap pikiran melalui kontak mata dan sentuhan. Melihat gambaran yang terputar dari mata Tristan, aku cukup terkejut. Itu artinya ia masih memikirkanku?
“Hai, aku mendengar keributan di sini.” Sapaan seorang gadis dengan lengkingan suara merdu membuat Tristan segera menjauhiku. Ternyata Melody yang datang. Senyuman manis terkembang tipis dari bibirnya. “Well, siapa yang membuat pipimu lebam, Bella?”
Aku menyentuh pipiku. “Insiden kecil antara aku dengan Grady.”
Juliesse melirik Melody aneh. Secara terang-terangan ia memberikan ultimatum dari kedua bola matanya. Tampaknya Melody tidak memperdebatkan perseteruan di antara keduanya. Bahkan ia masih mempertahankan senyum manis untuk diberikannya pada Juliesse.
“Mengapa kau ikut datang kemari, Melody?” tanya Tristan heran sambil berjalan mendekatinya.
“Bukannya bermaksud membuntutimu. Aku juga mendapat undangan dari Raja Leander untuk bernyanyi di sini.” Melody membalas tatapan Tristan penuh minta maaf. “Kau curiga aku memata-mataimu? Aku bisa merasakannya, Tristan.”
Seakan tidak setuju dengan perkataan Melody, Trista menggeleng. Detik itu pula ia mencium Melody di depanku. Bisa kau bayangkan betapa terkejutnya aku dengan teganya ia melakukan itu di depan mataku? Apabila kau berada dekat denganku saat ini, aku yakin kau bisa melihat adanya rasa aneh dalam diriku. Dan mendadak aku bertanya-tanya dalam hati, sama seperti sebelum-sebelum ini, apakah itu adalah ciuman yang sama saat Tristan masih bersamaku?


Andromeda masih belum datang juga. Aku bosan setengah mati duduk termenung sendirian di belakang istana sambil memandang jernihnya air kolam di depanku saat ini. Suara kicauan burung yang bertengger di beberapa dahan membuat ekor mataku bergerak ke arah mereka. Salah satu burung kecil yang berbulu biru cerah terbang menghampiriku. Aku mengulurkan tangan dan burung tersebut hinggap di atas telapak tanganku.
“Kau kelihatan sendu, Tuan Putri,” tandas burung kecil itu.
Aku hanya menggeleng perlahan. “Tidak. Hanya jenuh.”
“Kami bisa bernyanyi untukmu.”
“Tidak usah. Aku hanya membutuhkan sahabatku.”
“Andromeda?” Burung kecil tersebut berjalan beberapa langkah ke depan. Ia menengadah sehingga aku menundukkan kepalaku agar bisa berhadapan dengannya. “Baru saja aku melihat dia datang kemari dan mengambil suratmu. Lalu menghilang lagi.”
Aku sudah tahu bahwa surat di pohon seperti biasanya sudah tidak ada. Biasanya Andromeda datang pagi hari hanya untuk mengambil suratku, lantas menghilang agar tidak tertangkap Hunter saat ketahuan mencuri.
“Aku…”
“Aduh!” pekikan Andromeda terdengar cukup keras sampai membuat burung tadi terbang ketakutan. Andromeda terjatuh dan segera berdiri sambil membersihkan bajunya. Belum sempat ia menyadari keberadaanku atau aku menyapanya, seorang anak laki-laki muncul di dekatnya dan mencengkeram lengannya kuat.
“Kena kau, dasar pencuri,” seru anak laki-laki tadi. Nadanya terdengar penuh penekanan yang sempurna. Ia semakin mengeratkan cengkeramannya.
“Lepaskan aku, Hunter! Lepaskan! Aku tidak mencuri! Aku sudah dibedah Ratu Leto kemarin dan kupastikan aku tidak mencuri!” Andromeda meronta-ronta.
“Lantas ini apa, Fairfax? Hah?” Anak tadi—kalau tidak salah dengar Andromeda memanggilnya Hunter?—menunjukkan sebuah kalung rantai putih di hadapan Andromeda. Ketahuan lagi, Andromeda hanya membeliakkan matanya.
“Aku hanya suka dengan kilauan kalung itu!”
“Hei, ada apa ini?” tanyaku berjalan mendekati mereka berdua.
Masih dengan raut muka kesal, Hunter menoleh ke arahku seakan-akan siap ikut mendampratku. Anehnya, ia justru terdiam melihatku; ekspresinya lebih ke arah kaget bercampur kekaguman. Mendadak Hunter mengubah ekspresi sebalnyanya menjadi senyuman kikuk.
Well… ini… ini yang disebut-sebut Bintang ke tujuh?” tanya Hunter gugup secara tiba-tiba. Ia melepas Andromeda, masih tak menghilangkan senyuman lebarnya. “Aku baru bertemu denganmu. Sepertinya kita baru bertemu.” Hunter mengulurkan tangannya ke arahku. “Aku Hunter, pemburu para pencuri.”
Jadi, selama ini yang dikatakan Andromeda tentang pemburunya adalah anak ini? Sekilas melalui pengamatan seorang gadis biasa, anak ini sangat mempesona. Wajahnya terlihat ramah. Dan dari pengamatanku sendiri, anak ini memiliki obsesi berburu yang tinggi. Target utamanya tentu saja Andromeda.
Aku membalas uluran tangannya. “Bella.”
“Putri Bella. Wow. Aku tak pernah menyangka bertemu dengan orang cantik sepertimu.”
“Pen-ji-lat,” saut Andromeda sambil melipat tangannya di depan dada.
Mendengar ucapan Andromeda, Hunter memelototkan mata ke arah Andromeda tajam. “Urusan kita belum selesai, Fairfax!”
“Permisi, tapi Putri Bella membutuhkan aku.” Andromeda menarik lenganku menjauh.
“Aku belum selesai, hei!”
“Aku akan memperkenalkanmu pada Bella kalau kau mau berhenti melakukan pengejaran terhadapku.” Andromeda menaikkan sebelah alisnya tinggi-tinggi.
Sepertinya aku sudah bisa menebak reaksi Hunter. Ia menghela napas berat dan terlihat kesal dengan persyaratan Andromeda. “Oke. Kau dapatkan itu, Fairfax.”
“Dan berhenti memanggilku Fairfax.” Andromeda menambahkannya dengan sorot mata tajam. Fairfax adalah istilah dari ‘Rambut Merah’. Meskipun kenyataannya memang ia memiliki rambut merah, Andromeda benci apabila ada yang memanggilnya Fairfax.
Sambil menahan kesal karena persyaratan Andromeda, Hunter memaksakan senyumnya. “Baiklah… Putri Andromeda.”
Andromeda menyunggingkan senyuman lebar. Tangannya masih mengait pada lenganku. Tampaknya ia akan membawaku menghilang dari sana.
“Dah, Hunter.”
Setelah mengucapkan kalimat itu, Andromeda membawaku menghilang. Barangkali pergi menuju kamarku. Dengan begitu Hunter tidak akan lagi memburunya. Setidaknya aku bersyukur Andromeda sudah terbebas dari Hunter.


Alam mimpi adalah alam yang dipimpin Ratu Saphira dengan Aurora, Bintang ke lima, sebagai penjaganya. Berbeda dengan riwayat para Bintang lainnya, Aurora diambil saat ia koma karena sebuah penyakit aneh menyerang tubuhnya. Ratu Saphira membawanya dari dunia manusia atas perintah Ratu Leto juga. Pada saat itu Aurora baru berusia 14 tahun. Memang terlalu muda untuk menjadi Bintang. Bahkan ia adalah Bintang termuda sepanjang sejarah.
Dunia mimpi sering dikunjungi berbagai orang yang tengah terlelap. Mereka melakukan aktifitas normal di dunia mimpi, menunggu lama sampai mereka terbangun. Sisanya yang lama tinggal di dunia mimpi adalah orang-orang koma. Apabila Ratu Saphira ingin, ia bisa tidak membangunkan orang koma sampai bertahun-tahun; biasanya orang-orang terpilihlah yang dibuatnya seperti itu karena ia terlanjur menyukai kepribadian mereka.
Seperti yang lain pula, karena aku pernah hidup menjadi manusia, aku juga mengalami mimpi dalam tidurku. Di dunia jagad Constellation (mulai dari Istana Galaksi sampai ketujuh dunia yang ada di dalamnya itu sendiri), seluruh makhluk memang bisa pergi sesuka hatinya menuju dunia mimpi meskipun tidak dalam keadaan tertidur. Hanya saja karena aku belum lama meninggalkan dunia manusia, maka aku hanya bisa pergi ketika sedang terlelap. Itulah sebabnya dua hantu dunia cermin, Laura dan Lola, sering merasuki ragaku saat jiwaku berada di dunia mimpi. Bisa juga Laura yang merasukiku tanpa terduga saat bertemu Tristan. Untung saja akhir-akhir ini mereka berdua tidak pernah menemuiku; itu karena aku berusaha keras menjauhi cermin, sebab cermin adalah media Laura dan Lola masuk ke dunia khayal dan merasuki tubuhku.
Sekarang jiwaku berada di dunia mimpi namun ragaku masih tetap di dunia khayal. Andai aku sudah agak lama di sini, aku bisa pergi menuju dunia mimpi tanpa menunggu saat aku tertidur. Andromeda tidak pernah tidur; semua 88 peri rasi bintang beserta Ratu Leto memang tidak pernah tidur. Kalau aku dalam bahaya di dunia mimpi—kau menyebutnya ‘mimpi buruk’—maka Andromeda akan membangunkanku cepat dengan pergi langsung menjemputku sampai jiwaku kembali lagi ke dalam ragaku.
Tidak seperti kejadian-kejadian sebelumnya, aku berada di sebuah tempat, mirip padang rumput luas yang ditumbuhi berbagai jenis bunga dan pepohonan. Dari jauh aku melihat sekelompok kupu-kupu terbang sambil menyuruhku mengejar mereka. Karena penasaran, aku mengejar kupu-kupu tersebut dan berhenti di sebuah hutan. Aku melihat seseorang, berdiri di sebelah kudah putihnya dengan senyuman manis menyita perhatianku. Perlahan-lahan kudekati ia seolah dalam dirinya terdapat medan magnet kuat yang membuatku tertarik. Aku melihatnya dengan jelas saat jarak kami berdekatan. Meskipun sering kali dihadapkan oleh mata indah Tristan, saat ini aku melihat sepasang manik mata berwarna hazel tengah memakukan tatapannya ke arahku seolah mengikuti lekuk wajahku. Otakku mendefinisikan kata sempurna dari menilik anak laki-laki di depanku saat ini. Aku seolah teringat gambaran pangeran-pangeran tampan di dunia dongeng. Sungguh, ia terlihat mempesona.
“Hai, kau orang baru di sini?” tanyaku. “Kau tidak terlihat seperti orang biasa. Kau tampak seperti salah satu bangsawan. Seorang pangeran. Apakah kau termasuk bagian dari kerajaan mimpi?”
Ia menggeleng, masih belum menghilangkan senyuman itu. “Bukan.”
Bahkan suaranya yang lembut bagaikan beledu, mematikan jaringan otakku dan membuat peredaran darahku seolah mampet.
“Lantas, siapa kau?” tanyaku terlanjur penasaran.
Ia belum membalas, justru mengalihkan pandangan matanya dariku. Aku masih menunggu jawabannya dengan sabar. Saat ia kembali menatapku, seseorang meneriakkan namaku keras sampai membuatku tertarik menghilang dari dunia mimpi, masuk ke dalam ragaku kembali. Aku membuka mata secara tiba-tiba dan melihat Virgo berdiri di sampingku.
“Bella!!!” teriakannya kembali terdengar. “Apakah kau sudah kembali? Atau ini justru Laura? Lola?”
Aku mendesah perlahan. “Virgo, ini aku Bella.” Aku bangkit dari tempat tidurku. Sialan. Andai saja Virgo tidak membangunkanku, aku pasti sudah tahu nama pangeran di dunia mimpi tadi.
“Baguslah kalau kau memang Bella.” Virgo berjalan mendekatiku, lalu duduk di sebelahku. “Aries datang dan mengatakan bahwa akan ada yang mengadu domba kita.”
“Kita dalam arti?” Aku menaikkan sebelah alisku.
“Semua makhluk Galaksi.”
Aries, salah satu peri rasi bintang, adalah pembawa kabar pengadu dombaan. Ia bisa membuat dan mengetahui perbuatan adu domba di antara kami.
“Ini pertanda buruk?’
Virgo mencebikkan bibirnya. “Yang penting Aries mau datang bersamaku kemari.” Ia mengedipkan mata berkali-kali. Aku hanya memutar bola mata kesal melihat sikap genitnya.
Entah mengapa aku justru kepikiran anak laki-laki yang berdiri di samping kuda putih itu. Tatapannya, senyumannya, suaranya, segala hal tentang dirinya. Bahkan aku tidak tahu nama anak itu. Mengetahui statusnya saja tidak. Asumsiku, ia termasuk seorang pangeran di kerajaan mimpi. Seperti Tristan di dunia musik, bagian terpenting kerajaan.
Gosh. Mengapa justru pikiran-pikiran aneh itu memasuki otakku? Aku bahkan tidak sadar bahwa anak laki-laki itu, pangeran tanpa nama, berhasil mencuri perhatianku. Dan aku tergugah untuk mencari tahu.

To be continued…


--------------

lol, honestly, in the fact I'm her fans. yayaya she called me 'Chenatics' -_- whatever, I really love her, she's like my sister. buy and read her books: Summer, Lortedox, and Lortedox 2 (comming soon) and then, you'll know the reason why I being a Chenatics. -Zara